Fahcry Fabanyo - Programer
Jakarta - Narasika.id | Di tengah derasnya arus perkembangan teknologi
kecerdasan buatan, kekhawatiran terhadap bahaya deepfake terus
meningkat, terutama menjelang Pemilu 2029. Salah satu suara kritis datang dari Fahcry
Fabanyo, seorang programmer muda asal Maluku Utara yang kini berkiprah di
Ibu Kota Jakarta. Melalui pengamatannya di dunia teknologi, Ay (nama panggilan) menyerukan
pentingnya intervensi pemerintah melalui regulasi ketat guna mencegah
penyalahgunaan teknologi AI untuk kepentingan politik.
Menurut Ay, deepfake saat ini telah mencapai
tingkat akurasi yang sangat tinggi baik dalam bentuk suara maupun video hingga
sulit dibedakan dari konten asli. “Ini ancaman serius bagi demokrasi. Satu
video palsu saja bisa menggiring opini publik, menjatuhkan reputasi kandidat,
atau bahkan memicu konflik sosial,” ujar Ay dalam keterangannya.
Ia menjelaskan bahwa teknologi yang semula diciptakan untuk
hiburan dan inovasi kreatif, kini berkembang tanpa batas. Tanpa regulasi yang
jelas, masyarakat rentan menjadi korban narasi palsu yang dibuat oleh
pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Terlebih, Pemilu 2029 akan berlangsung di
era ketika hampir seluruh masyarakat terhubung melalui media sosial, dan
penyebaran informasi berlangsung hanya dalam hitungan detik.
Dorongan Regulasi Ketat dari Perspektif Teknologi
Sebagai programmer yang berkecimpung dalam pengembangan
sistem AI, Fahcry memberikan sejumlah masukan konkret kepada pemerintah:
- Pembuatan
Undang-Undang khusus Anti-Deepfake dan Manipulasi Digital
Aturan ini harus mengatur definisi, kategori pelanggaran, serta sanksi tegas bagi pembuat maupun penyebar konten deepfake bermuatan politik. - Kewajiban
Verifikasi Keaslian Konten
Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu bekerja sama dengan platform digital untuk menandai konten asli menggunakan digital watermarking atau blockchain verification. - Pusat
Analisa Deepfake Nasional
Sebuah lembaga yang bertugas memonitor, mengidentifikasi, dan memberikan peringatan dini jika ditemukan konten manipulatif, terutama satu tahun sebelum Pemilu 2029. - Penguatan
Cyber Security Partai Politik dan KPU
Peserta pemilu wajib memiliki standar keamanan digital minimum agar tidak menjadi sasaran penggandaan suara atau pembuatan video palsu.
Motivasi untuk Anak Muda: Hadapi Teknologi dengan
Teknologi
Dalam pandangan Ay, anak muda tidak boleh hanya menjadi
penonton. “Kalau teknologi bisa dipakai untuk menciptakan masalah, maka
teknologi juga bisa jadi alat untuk menyelesaikannya,” katanya.
Ia mengajak generasi muda Indonesia, khususnya dari Maluku
Utara, untuk ikut terlibat dalam pengembangan solusi digital:
- Membuat
algoritma pendeteksi deepfake.
- Membangun
aplikasi verifikasi berita.
- Mengembangkan
sistem keamanan data yang lebih kuat.
- Menggalakkan
literasi digital di sekolah dan komunitas.
Baginya, Indonesia memiliki banyak talenta. Yang dibutuhkan
hanyalah keberanian untuk berkontribusi.
Langkah Nyata untuk Menjaga Demokrasi
Pemilu bukan sekadar pesta politik, tetapi wujud kedaulatan
rakyat. Karena itu, menurut Ay, negara harus memperkuat bentengnya dari
ancaman teknologi manipulatif.
Ia mengingatkan bahwa deepfake bukan sekadar isu
teknologi, melainkan isu moral, etika, dan masa depan demokrasi. Tanpa
ketegasan sejak dini, kepercayaan publik bisa terkikis dan integritas pemilu
terancam.
“Kalau kita ingin Pemilu 2029 berjalan jujur, adil, dan
bermartabat, maka regulasi anti-deepfake harus disusun sekarang, bukan nanti,”
tegasnya. (Red)
